Tuesday, February 16, 2016

Kitab mulia (Lauh Mahfuzh) dan Keragaman Kandungan Isinya

Kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang amat mulia dan agung, adalah 'simbol' bagi tempat tercatatnya segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta ini.

Seperti halnya 'Arsy-Nya, tentunya kitab mulia (Lauh Mahfuzh) juga berada di alam gaib (bersifat gaib). Berikut ini akan diungkap secara lebih lengkap dan detail, tentang kitab mulia (Lauh Mahfuzh), juga beserta keragaman kandungan isinya. Agar umat Islam bisa memiliki pemahaman yang makin tepat dan proporsional, tentang sifat Maha Mengetahui Allah.

Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya, yang secara 'simbolik' disebut tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh), pada fakta atau kenyataannya memang tersebar dimana-mana di alam semesta ('berada' atau 'tercatat' di alam semesta, bukan di dalam suatu kitab). Di lain pihak, umat Islam umumnya telah berpendapat, bahwa sebagian dari segala pengetahuan-Nya yang tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh), berupa qadar, takdir atau ketentuan-Nya bagi tiap makhluk. Namun umat justru sekaligus berpendapat, bahwa takdir-Nya itu sendiri berupa segala keadaan lahiriah dan batiniah pada tiap makhluk, 'tiap saatnya', yang seluruhnya telah diketahui-Nya 'sebelumnya' (bahkan sejak jaman 'azali').

Pendapat pertama tersebut relatif tidak menimbulkan persoalan, namun sebaliknya bagi pendapat keduanya. Karena pendapat kedua ini memang amat meragukan, terutama jika dikaitkan dengan 'kebebasan' dan 'tanggung-jawab' pada makhluk, dalam berkehendak dan berbuat. Padahal segala takdir atau ketentuan-Nya bisa berupa 'keadaan' dan 'aturan'. Lebih luas lagi, padahal segala kebenaran atau pengetahuan-Nya justru memiliki berragam 'sifat', 'bentuk', 'saat perolehan', 'peran makhluk', dsb, yang akan diungkap di bawah.

Segala perdebatan tentang takdir-Nya, bahkan relatif tidak pernah selesai tuntas di kalangan umat Islam, terutama sejak setelah wafatnya nabi Muhammad saw, sampai saat ini. Hal yang serupa, bahkan juga terjadi di kalangan umat pengikut agama-agama lainnya. Beberapa contoh perbedaan pendapat antar agama atau antar umat pengikutnya, tentang takdir-Nya,

Hal yang mengecewakan dari tiap perdebatan atau perbedaan pendapat seperti itu, adalah hampir tidak adanya analisa yang utuh dan mendalam, tentang 'keragaman' segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta ('sifat', 'bentuk', 'saat perolehan', 'peran makhluk', dsb). Tiap pendapat umat Islam umumnya 'hanya' mengacu kepada keterangan dari kitab suci Al-Qur'an, seperti "Allah, Maha Mengetahui segala sesuatu hal", tetapi tidak diperhatikan 'keragaman' segala pengetahuan-Nya. Maka tidak terlalu mengherankan, jika tidak pernah selesai tuntasnya perdebatan tentang takdir-Nya.

Agar umat Islam bisa memperoleh pemahaman yang makin tepat dan proporsional, tentang takdir-Nya, pengetahuan-Nya ataupun sifat Maha Mengetahui Allah, maka dalam artikel/posting sekarang ini, akan diungkap lebih lengkap dan detail, tentang kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh), beserta 'keragaman' kandungan isinya ('sifat', 'bentuk', 'saat perolehan' dan 'peran makhluk', atas pengetahuan-Nya).

Namun sebaliknya, jika umat tidak melakukan pengungkapan seperti ini, atas segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, bahkan bisa melahirkan pemahaman yang relatif 'fatal', tentang takdir-Nya. Disebut bisa 'fatal', karena pemahaman umat yang 'keliru' tentang takdir-Nya, memang bisa amat mempengaruhi pula segala usahanya dalam berkehendak dan berbuat. Contoh sederhananya, segala keburukan, kebatilan, kekafiran, kehinaan, dsb, justru bisa dianggapnya sebagai 'ketentuan-Nya' yang mustahil bisa ditolak, serta sekaligus dianggapnya sama sekali tanpa 'peran' dan 'tanggung-jawab', dari makhluk yang mengalaminya (segala hal dianggapnya pasti telah diketahui dan ditentukan-Nya).

Suatu fatalisme seperti itu telah dikenal cukup luas, terdapat pada aliran Jabariyah, melalui pemahamannya seperti, "umat manusia tidak memiliki kendali atas perbuatannya, dan seluruhnya didiktekan oleh Allah". Sedangkan pada aliran-golongan-mazhab lainnya di kalangan umat islam, memang tidak menyetujui fatalisme seperti ini. Namun aliran-aliran ini justru juga relatif belum cukup memadai menerangkan, terutama tentang kaitan antara takdir-Nya dan kebebasan makhluk, termasuk tentang sifat Maha Mengetahui dan Maha Menentukan Allah. Padahal tanpa pemahaman yang cukup memadai atas hal-hal ini, justru juga bisa mengarah kepada fatalisme.

Tiap umat Islam mestinya bisa menjawab secara cermat, atas pertanyaan seperti, "apakah nasib ataupun keadaan tiap makhluk, saat sedetik, sejam, setahun atau saat Hari Kiamat 'nantinya', memang benar-benar telah diketahui dan ditentukan-Nya?", "'sebelum' dipilih oleh akal tiap makhluk, apakah pilihan akhir di antara sejumlah pilihan tiap saatnya, memang benar-benar telah diketahui dan ditentukan-Nya?" atau "apakah tiap perbuatan makhluk memang benar-benar perbuatan Allah (diciptakan-Nya, tanpa peran makhluk)?". Maha Suci Allah, semua jawaban atas pertanyaan seperti ini tentunya mestinya "tidak".

Segala qadar, takdir, nasib ataupun keadaan tiap makhluk, memang pasti diketahui dan ditentukan-Nya. Namun umat Islam juga mestinya bisa menjawab secara relatif cukup memadai, "apa hakekat dari qadar atau takdir-Nya?" dan "kapan dan bagaimana cara saat diketahui dan ditentukan-Nya, atas sesuatu hal?"

Maha Suci Allah, ada hal-hal yang 'tidak' diketahui-Nya, 'sebelum' terjadinya

Allah memang Maha Mengetahui segala sesuatu hal, dan Maha Menentukan segala sesuatu hal. Tetapi umat juga mestinya memahami 'apa', 'kapan' dan 'bagaimana' diketahui dan ditentukan-Nya, atas sesuatu hal, agar umat bisa memiliki pemahaman yang tepat dan proporsional. Maha Suci Allah, padahal ada berbagai hal yang justru 'tidak' diketahui-Nya, 'sebelum' terjadinya, seperti yang disebut "agar Allah mengetahui", dalam ayat-ayat kitab suci Al-Qur'an di bawah. Hal yang serupa juga terjadi pada sifat Maha Menentukan Allah.

Lebih jelasnya, Allah justru "tidak mengetahui segala keadaan" pada tiap makhluk, 'sebelum' terjadinya, karena memang telah diberikan-Nya kebebasan, dalam berkehendak dan berbuat, dengan diciptakan-Nya akal dan nafsu-keinginannya (ada pengetahuan-Nya yang memang diperoleh dari hasil pengaruh atau peran makhluk). Serta Allah justru "tidak menentukan segala keadaan" pada tiap makhluk, sebagai suatu bentuk balasan-Nya secara adil atau setimpal, 'sebelum' makhluknya sendiri memang telah berusaha mengubah-ubah keadaannya, melalui tiap amal-perbuatannya (ada hasil dari ketentuan-Nya yang memang ditentukan 'bersama-sama' oleh Allah dan makhluk).

Di lain pihak Allah memang mengetahui segala "keadaan umum" pada tiap makhluk, 'sebelum' terjadinya, karena alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tujuan yang 'pasti' dan 'jelas'. Makhluk nyata misalnya (termasuk manusia), pasti makin tua dan menghadapi kematian (telah diketahui dan ditentukan-Nya 'sebelumnya'). Namun 'kapan', 'bagaimana' atau 'dimana' kematiannya, justru tidak diketahui dan ditentukan-Nya 'sebelumnya'. Maka amat keliru pendapat seperti, "bunuh diri bisa menentang atau melawan ketentuan-Nya" atau lebih luasnya "makhluk bisa hidup 'di luar' ketentuan-Nya".

Allah, Maha Meliputi segala sesuatu hal, serta sama sekali tidak ada sesuatupun zat atau makhluk ciptaan-Nya, yang berada 'di luar' pengetahuan dan ketentuan-Nya. Namun sekali lagi, umat Islam mestinya bisa memahami 'apa', 'kapan' dan 'bagaimana' diketahui dan ditentukan-Nya, atas sesuatu hal. Termasuk juga mestinya bisa memahami berragam 'sifat', 'bentuk', 'saat perolehan' dan 'peran makhluk', atas pengetahuan-Nya, yang tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh).

ALLAH ber firman: 

"…. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." – (QS.2:29) dan (QS.2:231, QS.2:282, QS.3:154, QS.4:32, QS.4:135, QS.4:176, QS.5:97, QS.8:43, QS.8:75, QS.9:115, QS.11:5, QS.21:81, QS.24:35, QS.24:64, QS.29:62, QS.31:23, dsb).

"Kepunyaan-Nya-lah apa yang di langit, dan apa yang di Bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu." – (QS.4:126) dan (QS.41:54).

"…, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." – (QS.65:12) dan (QS.6:80, QS.20:98, QS.7:89, QS.40:7, QS.18:91, QS.72:28, QS.17:60).

"… melainkan agar Kami mengetahui, siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. …" – (QS.2:143).

"…, dan agar Allah mengetahui, siapa orang-orang yang beriman." – (QS.3:166).

"…, dan agar Allah mengetahui, siapa orang-orang yang beriman.", "Dan supaya Allah mengetahui, siapa orang-orang yang munafik. …" – (QS.3:166-167).

"…, supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. …" – (QS.5:94).

"…, dan supaya Allah mengetahui, siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. …" – (QS.57:25).

"Dan sesungguhnya, Kami benar-benar akan menguji kamu, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad, dan bersabar di antara kamu. Dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." – (QS.47:31).

"…, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu, yang lebih tepat dalam menghitung …" – (QS.18:12).

"…, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.", "Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Rabb-nya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu-persatu." – (QS.72:27).

"…. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri. …" – (QS.13:11).

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. …" – (QS.3:185) dan (QS.21:35, QS.29:57).

"Kami telah menentukan kematian di antara kamu, dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkan," – (QS.56:60).

Berbagai hal umum yang terkait kitab mulia (Lauh Mahfuzh)

Bahwa kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, berwujud gaib dan berada di alam gaib, seperti halnya dengan 'Arsy-Nya itu sendiri. Sekali lagi, seperti telah diungkap dalam artikel/posting terdahulu, bahwa "Allah, 'Arsy-Nya dan kitab mulia (Lauh Mahfuzh) justru berada di dalam 'hati-nurani' tiap makhluk" (di alam batiniah ruh, alam pikiran atau alam akhiratnya). Tetapi agar lebih jelasnya, berbagai uraian yang terkait diungkap kembali rangkumannya, antara lain:

◕   Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, bisa meliputi: sifat-Nya, kehendak / keredhaan-Nya, tindakan / perbuatan-Nya, hukum / aturan / ketentuan / ketetapan-Nya, qadla dan qadar-Nya (takdir-Nya), kitab-kitab-Nya, dsb, "selain" tentang 'esensi' Zat Allah, Yang Maha Suci dan tersucikan dari segala sesuatu hal.
◕    Tiap makhluk (bahkan termasuk para malaikat-Nya dan para nabi-Nya) justru mustahil bisa menjangkau, tentang 'esensi' Zat Allah, di dunia dan di akhirat.
◕    Para nabi-Nya misalnya, justru hanya bisa menjangkau hal-hal yang 'amat umum' dan 'tak-langsung', tentang 'esensi' Zat Allah, seperti: Wujud (ada), Maha Esa, Maha Hidup, Maha Gaib, Maha Kekal, Maha Awal, Maha Akhir, dsb.
◕    Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, adalah "segala sesuatu hal yang bersifat 'mutlak' (pasti terjadi / berlaku) dan 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), pada segala zat ciptaan-Nya dan segala kejadian lahiriah dan batiniah di alam semesta".
◕    "Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta" terkadang juga disebut "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis", "tanda-tanda kemuliaan dan kekuasaan-Nya", "wajah-Nya", "sabda, firman, kalam atau wahyu-Nya yang 'sebenarnya'" ataupun disebut "Al-Qur'an dan kitab-kitab-Nya lainnya yang berbentuk 'gaib', yang tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya". Semua sebutan ini serupa, dan hanya berbeda fokus, sudut pandang atau konteks pemakaiannya masing-masing.
◕    Serupa dengan segala hal gaib lainnya, kitab mulia (Lauh Mahfuzh) juga hanya suatu "contoh-perumpamaan simbolik" (bukan suatu kitab yang sebenarnya), karena segala kebenaran-Nya pada fakta-kenyataannya memang tersebar dimana-mana di alam semesta ('berada' atau 'tercatat' di alam semesta, bukan di dalam suatu kitab).
◕    Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, hanya bisa diketahui atau dipahami oleh tiap makhluk (bahkan termasuk pula para malaikat-Nya dan para nabi-Nya), dari hasil mengamati dan mempelajari segala sesuatu hal yang terdapat di alam semesta ('hasil' segala perbuatan-Nya / "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis").
◕    Sedangkan tiap umat manusia biasa lainnya tentunya telah relatif amat dipermudah dalam memahaminya, melalui ajaran para nabi-Nya ("ayat-ayat-Nya yang tertulis").
◕    Para nabi-Nya bisa relatif paling sempurna memahami, atas sebagian amat sedikit dari segala kebenaran atau pengetahuan-Nya, dibanding seluruh umat manusia biasa lainnya di tiap jamannya, karena mereka memang telah berusaha amat keras dan maksimal, dalam mengamati dan mempelajari segala sesuatu hal di alam semesta.
◕    Sehingga mereka juga bisa 'paling dekat' atau 'amat dekat' di sisi 'Arsy-Nya.
◕    Hakekat wujud dari suatu 'hijab-tabir-pembatas' antara Allah dan tiap makhluk, adalah tiap "tingkat kesempurnaan pengetahuan" makhluknya (jarak perbedaan antara pengetahuan 'mutlak' Allah dan pengetahuan 'relatif' makhluknya), tentang 'sesuatu hal'. 'Hijab-tabir-pembatas' itu amat banyak, baik jumlah (jumlah 'segala' pengetahuan), maupun tingkatannya (tingkat kesempurnaan 'tiap' pengetahuannya).
◕    Dari kesempurnaan seluruh pengetahuan pada tiap nabi-Nya (seluruh wahyu-Nya), maka ia telah bisa mencapai berbagai 'hijab-tabir-pembatas' tertinggi (baik jumlah maupun tingkatannya, atau terdekat di sisi 'Arsy-Nya), terutama tentang segala hal yang paling penting, hakiki dan mendasar, dalam kehidupan seluruh umat manusia (hal-hal gaib dan batiniah).
◕    Letak segala pengetahuan 'relatif' pada tiap makhluk (juga termasuk para nabi-Nya), tentang kebenaran-Nya, justru berada di dalam 'hati-nurani'-nya, dari segala hasil olahan akalnya selama hidupnya.
◕    Segala kebenaran atau pengetahuan 'relatif' inipun telah membentuk keyakinan tiap makhluknya, dalam menilai segala sesuatu hal (bisa dipakai kembali oleh akalnya).
◕    Allah, 'Arsy-Nya dan kitab mulia (Lauh Mahfuzh) berada pada 'posisi' yang amat mulia dan agung, di dalam 'hati-nurani' tiap makhluk. Hal ini sama sekali bukan letak keberadaan Zat Allah, tetapi hanya letak pengetahuan tentang kebenaran-Nya.

Perlu diketahui lebih lanjut, bahwa segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, bersifat 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), sejak saat 'perolehannya' (saat diketahui atau ditentukan-Nya), sampai akhir jaman. Saat 'perolehan' ini bisa disebut "saat tercatat ke dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh)", yang tentunya bisa 'saat paling awal' penciptaan alam semesta, ataupun bisa 'tiap saatnya', sampai saat sekarang ini.

Tetapi saat 'perolehan' ini tentunya bukan saat 'nantinya' (saat akan diketahui atau ditentukan-Nya 'nantinya'). Maka sifat 'kekal' dari segala pengetahuan-Nya, menunjukkan saat 'akhirnya', yang tak-terbatas, bukan saat 'awalnya'. Bahkan segala pengetahuan-Nya bukan 'seluruhnya' telah bisa diketahui-Nya sejak jaman 'azali' (saat paling awal penciptaan alam semesta), namun hanya 'sebagiannya' saja, serta terutama berupa segala hal "dasar" pada tiap zat yang paling elementer, penyusun keseluruhan alam semesta dan segala isinya ("zat Ruh" dan "zat Materi terkecil")

Hal ini amat perlu diungkap, terutama agar umat Islam justru memiliki pemahaman yang makin tepat dan proporsional, tentang pengetahuan-Nya, ataupun tentang sifat Maha Mengetahui Allah. Karena memang ada hal-hal yang diketahui-Nya, pada saat 'sebelum', 'sedang' dan 'setelah' terjadi (terwujud). Namun Allah justru 'tidak pasti selalu' mengetahui segala sesuatu halnya, 'sebelum' terjadinya.

Bahkan tidak tepat pemahaman, seperti "kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh) justru bisa 'diubah-ubah', sesuai dengan kehendak atau perintah-Nya (sekehendak-Nya)". Karena penulisan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh) tidak seperti halnya penulisan buku-buku buatan manusia (bisa ditambah, dikurangi ataupun dihapus), tetapi justru terkait langsung dengan kebenaran-Nya di alam semesta (bersifat 'kekal'). Serta kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh) hanya bisa ditambah, tetapi justru 'tidak bisa' dikurangi ataupun dihapus. Allah memang Maha Berkehendak dan Maha Menentukan, namun Allah, Yang Maha Suci, Maha Mulia dan Maha Memelihara, juga mustahil berbuat sekehendak-Nya (alam semesta mustahil tetap tegak-kokoh). Hanya makhluk yang berbuat sekehendak (tidak konsisten).

Adanya pemahaman di atas umumnya terkait dengan pemahaman lainnya, seperti "takdir-Nya bisa 'diubah-ubah', melalui do'a dan perbuatan manusia".

Keterangan dalam ayat QS.13:39, seperti "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah ada Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).", justru 'bukan' terkait langsung dengan kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh), namun terkait dengan perubahan atau penyempurnaan kitab-kitab-Nya, secara 'alamiah', sesuai dengan tingkat kesempurnaan pemahaman tiap nabi-Nya terkait, tentang berbagai kebenaran-Nya di alam semesta (sesuai dengan perkembangan jamannya).

Keterangan itu mestinya ditafsirkan, seperti "ayat-ayat-Nya yang 'tertulis' (kitab-kitab-Nya) memang bisa berubah-ubah secara 'alamiah', dari jaman ke jaman, namun ada ayat-ayat-Nya yang 'tak-tertulis' di alam semesta, yang justru tidak pernah berubah-ubah ('kekal' / pasti tetap terpelihara)".

Lalu mungkin timbul pertanyaan, seperti "apakah kaitan antara kitab mulia (Lauh Mahfuzh) dan kitab catatan amalan pada tiap makhluk?" dan "siapa yang mencatat kitab mulia (Lauh Mahfuzh) dan kitab catatan amalan itu?". Jawaban ringkasnya masing-masing "amat dekat" dan "para malaikat, termasuk para malaikat Rakid dan 'Atid". Tetapi hal-hal ini belum sempat dibahas pada artikel/posting sekarang ini. Insya Allah akan dibahas pada waktu lainnya, ataupun para pembaca mungkin bisa mengembangkannya sendiri.

Berbagai sebutan lain bagi kitab mulia (Lauh Mahfuzh) dan penjelasannya

Kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, di dalam kitab suci Al-Qur'an disebut pula dengan berragam istilah-istilah lain, misalnya: "Kitab" (QS.7:37, QS.17:58, QS.22:70, QS.35:11, QS.57:22), "Kitab di sisi-Nya" (QS.13:8), "Kitab yang nyata" (QS.6:59, QS.10:61, QS.11:6, QS.27:75, QS.34:3), "Kitab induk yang nyata" (QS.36:12), "Ummul-Kitab / Induk Al-Kitab" (QS.13:39, QS.43:4) dan juga "Kitab yang terpelihara / memelihara" (QS.56:78, QS.50:4). Sedangkan istilah "Lauh Mahfuzh" itu sendiri disebut dalam ayat QS.85:22.

Kitab mulia (Lauh Mahfuzh) memang hanya suatu "contoh-perumpamaan simbolik" (bukan suatu kitab yang sebenarnya / hanya suatu 'simbol' bagi tempat tercatatnya segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta). Namun jika dikaitkan langsung antara berragam istilah sebutan dan kandungan isinya (segala kebenaran atau pengetahuan-Nya), justru bisa diungkap lebih lanjut hal-hal yang amat penting, antara lain:

◕ "Kitab mulia (Lauh Mahfuzh)"

Sesuai dengan 'Arsy-Nya, yang amat mulia dan agung, tentunya segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, memang benar-benar tinggi nilai kemuliaan dan keagungannya, serta amat banyak mengandung hikmah (pada QS.43:4), jika umat manusia tentunya telah bisa memahaminya. 

Maka umat manusia yang amat beriman kepada-Nya (terutama amat memahami kebenaran-Nya), juga bisa 'amat dekat' di sisi 'Arsy-Nya, serta sekaligus mendapat amat banyak kemuliaan dan keagungan yang kekal dan hakiki di kehidupan akhirat

"Allah memberikan hikmah-Nya, kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah-Nya, sungguh telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali orang-orang yang berakal." – (QS.2:269).

"Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan, serta rejeki (nikmat) yang mulia." – (QS.8:4) dan (QS.9:20, QS.10:2, QS.33:69, QS.57:19, QS.2:277, QS.3:199).

"…, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, …" – (QS.58:11).

◕ "Kitab di sisi-Nya"

Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta bersifat 'mutlak' (pasti terjadi / berlaku), 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah) dan 'tak-terbatas', serta segala hal seperti ini memang pasti hanya berasal dari sisi Allah, Yang Maha Kuasa, Maha Kekal dan Maha Tinggi (pasti hanya hasil dari segala perbuatan-Nya). Sedangkan segala perbuatan makhluk pasti bersifat 'relatif', 'fana' dan 'terbatas'.

Namun kebenaran 'relatif' milik manusia, justru bisa amat 'sesuai' atau 'mendekati' kebenaran 'mutlak' milik Allah, jika manusianya telah mempelajari alam semesta, secara relatif amat obyektif, cermat dan mendalam. Kebenaran 'relatif' seperti ini (termasuk pada para nabi-Nya), tentunya juga pasti hanya berasal dari sisi Allah.

"Aku memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka Bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. …" – (QS.7:146).

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, karena itu janganlah sekali-kali kamu menjadi orang-orang yang ragu." – (QS.2:147) dan (QS.3:60, QS.10:94, QS.18:29, QS.10:76, QS.28:48, QS.40:25, QS.4:174, QS.4:170, QS.10:108).

"…. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al-Qur'an itu. Sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar dari Rabb-mu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman'." – (QS.11:17) dan (QS.5:64, QS.8:32, QS.10:37, QS.28:53, QS.32:3).

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk, dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka, bahwa Al-Qur'an itu benar. …" – (QS.41:53) dan (QS.69:51).

"sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman(-Nya, yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),", "yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi-Nya, Yang mempunyai 'Arsy," – (QS.81:19-20) dan (QS.86:13-14).

◕ "Kitab yang nyata"

Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya memang pasti terwujud secara 'jelas' dan 'nyata' di alam semesta, walau sebagiannya memang juga sekaligus bersifat 'gaib' (tersembunyi / tidak jelas kentara / amat sulit dipahami langsung).
Maka hanya umat-umat manusia yang berilmu relatif amat tinggi (termasuk para nabi-Nya), yang bisa memahaminya dengan relatif 'jelas', 'nyata' dan "yakin".  

"… Rabb, Yang memelihara langit dan Bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. …" – (QS.17:102).

"Sebenarnya, Al-Qur'an itu adalah ayat-ayat-Kami yang nyata, di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat-Kami, kecuali orang-orang yang zalim." – (QS.29:49) dan (QS.7:203, QS.10:15, QS.12:1, QS.22:16, QS.28:2, QS.40:23).

"Dan sesungguhnya, Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) ayat-ayat-Kami yang jelas (dalam Al-Qur'an). Dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik." – (QS.2:99) dan (QS.6:55, QS.6:105, QS.11:1, QS.15:1, QS.24:1, QS.24:46, QS.25:33, QS.27:1, QS.45:25, QS.46:7).

◕ "Kitab yang terpelihara / memelihara"

Segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta memang bersifat 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), sejak saat 'perolehannya' (saat diketahui atau ditentukan-Nya), sampai akhir jaman, sehingga juga 'pasti tetap terpelihara'.

Maka para nabi-Nya, dari jaman ke jaman misalnya, justru bisa memiliki tauhid yang 'sama', seperti "Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa", dari hasil segala usaha mereka yang amat keras dan maksimal, dalam mencari dan mengenal Allah, Tuhan Pencipta alam semesta yang sebenarnya. Juga nabi Muhammad saw misalnya, bisa ikut 'membenarkan' seluruh kitab dan wahyu-Nya dari para nabi-Nya terdahulu, karena seluruhnya memang mengandung kebenaran-Nya, serta seluruhnya dari hasil mempelajari alam semesta yang 'sama'.

Walau secara alamiah, para nabi-Nya bisa memiliki tingkat kelengkapan, kedalaman atau kesempurnaan pemahaman yang relatif berbeda-beda, tentang kebenaran-Nya, sesuai dengan perkembangan jamannya (makin mutakhir, relatif makin sempurna).

"…. Kursi Allah (tempat keberadaan Allah) meliputi langit dan Bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. …" – (QS.2:255).

"Dan kepunyaan-Nya-lah, apa yang di langit dan apa yang di Bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara." – (QS.4:132) dan (QS.4:171).

"Rabb Yang memelihara langit dan Bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, …" – (QS.44:7) dan (QS.78:37, QS.17:102, QS.39:62, QS.37:6-7, QS.41:12, QS.21:32, QS.55:17).

"…. Dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu." – (QS.6:102) dan (QS.11:12, QS.11:57, QS.34:21, QS.59:23).

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya, Kami benar-benar memeliharanya." – (QS.15:9) dan (QS.33:2).

"Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Rabb-mu, Pencipta segala sesuatu, tiada Ilah (yang berhak disembah), melainkan Dia. Maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?." – (QS.40:62) dan (QS.27:26, QS.37:35, QS.40:3, QS.40:65, QS.59:22-23, QS.73:9, QS.11:84).

"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an (hai Muhammad), dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. …" – (QS.5:48) dan (QS.2:41, QS.2:89, QS.2:91, QS.2:97, QS.2:101, QS.3:3, QS.4:47, QS.6:92, QS.10:37, QS.12:111, QS.35:31, QS.46:12, QS.46:30).

"Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran, dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)." – (QS.37:37).

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi-Nya: 'Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul, yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya, dan menolongnya'. …" – (QS.3:81).

"Maka siapakah yang lebih zalim, daripada orang yang membuat-buat dusta tentang Allah, dan mendustakan kebenaran, ketika datang kepadanya. Bukankah di neraka Jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang kafir?." dan "Dan orang yang membawa kebenaran dan (orang yang) membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa." – (QS.39:32-33).

"Apa saja ayat-ayat-Kami yang telah Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, (setelah itu) Kami datangkan yang lebih baik darinya, atau sebanding dengannya. …" – (QS.2:106).

◕ "Kitab induk / Ummul-Kitab / Induk Al-Kitab"

Hal yang mungkin relatif dilupakan oleh umat Islam, bahwa segala kebenaran-Nya di dalam kitab suci Al-Qur'an, justru sama sekali tidak bertentangan dengan segala kebenaran-Nya di alam semesta. Bahkan segala kebenaran-Nya di dalam kitab suci Al-Qur'an, adalah hasil pengungkapan pemahaman nabi Muhammad saw, yang telah diperolehnya dari segala usaha amat kerasnya, dalam mengamati dan mempelajari berbagai kebenaran-Nya di alam semesta, sambil dituntun pula oleh malaikat Jibril.
Hal yang persis sama justru juga dilakukan oleh para nabi-Nya lainnya, dari jaman ke jaman

Maka umat Islam justru mestinya sama sekali tidak perlu kuatir, dengan segala ilmu-pengetahuan yang telah diperoleh dari hasil mengamati dan mempelajari alam semesta, secara relatif amat obyektif, cermat dan mendalam. Bahkan agama Islam mestinya amat sesuai dengan ilmu-pengetahuan, serta mestinya bersifat 'universal' (sesuai perjalanan alam semesta / bisa melewati batas waktu, ruang dan budaya).

Lebih pentingnya lagi, segala kebenaran-Nya di alam semesta justru menjadi acuan 'pokok' dan 'utama' bagi umat (acuan 'induk'), dalam berusaha memahami tiap ajaran agama-Nya. Jika suatu pemahaman umat belum sesuai dengan kebenaran-Nya di alam semesta, maka pemahamannya itu tentunya juga relatif 'belum benar'.
Bahkan segala kebenaran-Nya di alam semesta, adalah sarana 'paling utama' dari Allah, untuk 'memelihara' kitab-kitab-Nya (terutama kitab suci Al-Qur'an). Makin terungkap kebenaran-Nya di alam semesta, sekalipun oleh umat non-Muslim, justru relatif makin terbukti kebenaran-Nya yang terkait di dalam kitab suci Al-Qur'an.

Serta jaman para nabi-Nya memang juga telah berakhir pada nabi Muhammad saw. Namun justru pasti selalu tetap ada segala kebenaran-Nya di alam semesta (sebagai sumber pengajaran-Nya yang 'paling dasar'), yang bisa dipelajari oleh seluruh umat manusia, dari jaman ke jaman, bahkan sampai akhir jaman.

Namun sebaliknya dalam mempelajari kebenaran-Nya di alam semesta, tentunya paling aman dan mudah bagi umat manusia, jika mulai mengacunya dari kitab suci Al-Qur'an, sebagai sumber pengajaran dan tuntunan-Nya yang paling akhir, lurus (benar), lengkap dan sempurna, yang masih dimiliki oleh seluruh umat manusia.

"Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,", "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): 'Ya Rabb-kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan neraka." – (QS.3:190) dan (QS.2:164, QS.10:67, QS.12:105, QS.14:5, QS.15:75-77, QS.16:12, QS.16:65, QS.16_79, QS.20:54, QS.20:128, QS.30:20-25, dsb).

"…. Sesungguhnya, Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami, kepada kaum yang yakin." – (QS.2:118) dan (QS.5:75, QS.6:46, QS.6:75, QS.6:97-99, QS.10:5-6, QS.10:24, QS.13:2-4, QS.31:31, dsb).

"(Al-Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk, serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa." – (QS.3:138) dan (QS.68:52, QS.34:28, QS.16:89).

Berbagai kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh), secara lengkap

Sekali lagi, segala hal yang tertulis atau tercatat secara 'simbolik', dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh), adalah segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta. Namun segala pengetahuan-Nya tersebut juga bisa dikelompokkan lebih detail lagi, menjadi:

a.     Pengetahuan-Nya.
b.     Ketetapan, ketentuan ataupun aturan-Nya.
c.     Ancaman balasan-Nya.
d.     Catatan amal-perbuatan tiap makhluk.
e.     Kitab-kitab-Nya dalam wujud gaibnya.

Uraian yang lebih lengkapnya tentang Berbagai hal yang tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, menurut kitab suci Al-Qur'an

a. Pengetahuan-Nya
    
"Dan pada sisi-Nya-lah, kunci-kunci semua yang gaib. Tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan Bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." – (QS.6:59).

"Kamu tidak berada dalam suatu keadaan, dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an, dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu, di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Rabb-mu, biarpun sebesar zarrah (atom) di Bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar daripada itu, melainkan (semua tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." – (QS.10:61).

"Dan tidak ada sesuatu binatang melatapun di Bumi, melainkan Allah-lah Yang memberi rejekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu, dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." – (QS.11:6).

"Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di Bumi. Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." – (QS.22:70).

"Dan orang-orang yang kafir berkata: 'Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami'. Katakanlah: 'Pasti datang, demi Rabb-ku Yang mengetahui yang gaib, sesungguhnya Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi dari-Nya seberat zarrahpun, yang ada di langit dan yang ada di Bumi, dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)'," – (QS.34:3).

"Sesungguhnya Kami telah mengetahui, apa yang dihancurkan oleh Bumi, dari (jasad tubuh mereka), dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat, Lauh Mahfuzh)." – (QS.50:4).

Rangkuman tiap ayat:
• QS.6:59 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala hal gaib ("kunci-kunci semua yang gaib").
~ Pengetahuan-Nya tentang segala zat ciptaan-Nya di alam semesta ("apa yang ada di daratan dan di lautan").
~ Pengetahuan-Nya tentang segala sesuatu hal yang amat sederhana dan amat detail sekalipun ("sehelai daun yang gugur; jatuhnya sebutir biji; suatu yang basah atau yang kering").
• QS.10:61 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala keadaan pada tiap makhluk ("tidak berada dalam suatu keadaan").
~ Pengetahuan-Nya tentang segala amal-perbuatan tiap makhluk ("tidak membaca; tidak mengerjakan suatu pekerjaan").
~ Pengetahuan-Nya tentang segala sesuatu hal yang amat sederhana dan amat kecil sekalipun di alam semesta ("biarpun sebesar zarrah di Bumi ataupun di langit; dan yang lebih kecil ataupun yang lebih besar").
• QS.11:6 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala makhluk di Bumi ataupun di alam semesta, sekaligus beserta segala sesuatu hal padanya ("tidak ada sesuatu binatang melatapun di Bumi; rejeki, tempat berdiam dan tempat penyimpanannya").
• QS.22:70 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala zat ciptaan-Nya di alam semesta ("apa saja yang ada di langit dan di Bumi").
• QS.34:3 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala hal gaib ("mengetahui yang gaib").
~ Pengetahuan-Nya tentang segala sesuatu hal yang amat sederhana dan kecil sekalipun di alam semesta ("tidak ada tersembunyi seberat zarrahpun, yang ada di langit dan di Bumi; dan yang lebih kecil ataupun lebih besar").
• QS.50:4 :
~ Pengetahuan-Nya tentang segala sesuatu hal yang telah terjadi, atas tiap zat ciptaan-Nya di alam semesta ("apa yang dihancurkan oleh Bumi").

b. Ketetapan, ketentuan ataupun aturan-Nya
    
"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta tentang Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya. Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: 'Dimana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah'. Orang-orang musyrik itu menjawab: 'Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami', dan mereka mengakui terhadap diri mereka, bahwa mereka adalah orang-orang kafir." – (QS.7:37).

"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya (di Kitab Lauh Mahfuzh) ada ukurannya." – (QS.13:8).

"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung, dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (telah ditentukan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah." – (QS.35:11).

Rangkuman tiap ayat:
• QS.7:37 :
~ Ketentuan atau aturan proses pemberian balasan-Nya, bagi orang-orang yang berbuat dosa ("memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya").
• QS.13:8 :
~ Ketentuan atau aturan proses penciptaan tiap makhluk ("mengetahui apa yang dikandung; yang kurang sempurna dan yang bertambah; dan ada ukurannya").
• QS.35:11 :
~ Ketentuan atau aturan proses penciptaan tiap makhluk ("dari tanah, ataupun dari air mani, sampai menjadi laki-laki dan perempuan dewasa; mengandung dan melahirkan; dan tidak dipanjangkan dan tidak dikurangi umurnya").

c. Ancaman balasan-Nya

"Tidak ada sesuatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum Hari Kiamat, atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang amat keras (di Hari Kiamat). Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)." – (QS.17:58).

"Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di Bumi, dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh), sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." – (QS.57:22).

 Rangkuman tiap ayat:
• QS.17:58 :
~ Aturan proses pemberian balasan-Nya di dunia ("membinasakannya sebelum Hari Kiamat"), dan di akhirat ("azab yang amat keras").
• QS.57:22 :
~ Aturan proses pemberian balasan-Nya secara lahiriah ("sesuatu bencana yang menimpa di Bumi"), dan secara batiniah ("pada dirimu sendiri").

d. Catatan amal-perbuatan tiap makhluk
    
"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati, dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan, dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan, dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)." – (QS.36:12).

"Dan sesungguhnya, Rabb-mu benar-benar mengetahui, apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan." dan "Tiada sesuatupun yang gaib di langit dan di Bumi, melainkan (semua tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." – (QS.27:74-75).

Rangkuman tiap ayat:
• QS.36:12 :
~ Segala amal-perbuatan tiap makhluk ("apa yang telah mereka kerjakan")
~ Segala hasil atau pengaruh dari tiap amal-perbuatan makhluk ("bekas-bekas yang mereka tinggalkan")
• QS.27:74-75 :
~ Segala isi pikiran tiap makhluk ("apa yang disembunyikan hati mereka")
~ Segala amal-perbuatan tiap makhluk ("apa yang mereka nyatakan").
~ Segala amal-perbuatan tiap ruh makhluk di alam semesta ("sesuatupun yang gaib di langit dan di Bumi").

e. Kitab-kitab-Nya dalam wujud gaibnya
    
"Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu, dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul (untuk) mendatangkan suatu ayat (mu'jizat), melainkan dengan ijin-Nya. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu)." dan "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." – (QS.13:38-39).

"Dan sesungguhnya, Al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya), dan amat banyak mengandung hikmah." – (QS.43:4).

"sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang amat mulia," dan "pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh)," – (QS.56:77-78).

"Bahkan yang didustakan mereka itu, ialah Al-Qur'an yang mulia," dan "yang tersimpan dalam Lauh Mahfuzh." – (QS.85:21-22).

"Dan sesungguhnya, telah Kami tulis di dalam (kitab) Zabur, setelah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya Bumi ini dipusakai (bagi) hamba-hamba-Ku yang shaleh." – (QS.21:105).

Rangkuman tiap ayat:
• QS.13:38-39 :
~ Adanya perubahan dari kitab-Nya yang satu, ke kitab-Nya yang lain, dari jaman ke jaman, dari kitab Zabur, Taurat, Injil, sampai kitab terakhir Al-Qur'an. ("menghapuskan dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya"). Namun di sisi-Nya juga ada Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh), yang di dalamnya tercatat segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta ("ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis"), yang bersifat 'kekal' (tidak berubah-ubah) dan menjadi acuan induk bagi seluruh kitab-Nya ("ayat-ayat-Nya yang tertulis").
• QS.43:4, QS.56:77-78, QS.85:21-22 dan QS.21:105 :
~ Kitab-kitab-Nya dalam wujud 'gaib'-nya, yaitu: Zabur, Taurat, Injil dan terakhir Al-Qur'an, pada dasarnya berupa "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" di seluruh alam semesta ("tanda-tanda kemuliaan dan kekuasaan-Nya"). Setelah "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" dipelajari oleh manusia (termasuk para nabi-Nya), lalu ada yang menjadi pemahaman Al-Hikmah, di dalam hati-dada-pikiran para nabi-Nya. Lalu ada pula yang terungkap menjadi Al-Kitab (kitab-Nya / kitab tauhid / "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis").

Kandungan isi dari semua ayat tersebut yang isinya bisa meliputi lebih dari satu kelompok pengetahuan-Nya, dirangkum lebih lanjut lagi dan sekaligus dilengkapi sebagai rangkuman atas berbagai hal yang tercatat dalam kitab mulia (Lauh Mahfuzh) sebagai berikut:

a. Segala zat ciptaan-Nya di alam semesta (makhluk hidup dan benda mati, nyata dan gaib), beserta segala keadaannya (lahiriah dan batiniah).
b. Segala hal gaib, seperti tentang 'esensi' dan 'perbuatan' ruh-ruh makhluk. Serta juga tentang 'perbuatan' Zat Allah, namun tidak ada tentang 'esensi' Zat Allah.
c. Segala hal yang paling halus, sederhana, kecil dan detail sekalipun di alam semesta ("sebesar biji zarrah"), secara lahiriah dan batiniah.
d. Segala amal-perbuatan lahiriah dan batiniah tiap makhluk (pikiran, sikap, perkataan dan perbuatan), beserta segala hasil atau pengaruhnya (lahiriah dan batiniah).
e. Segala ketentuan, ketetapan, hukum atau aturan-Nya bagi alam semesta (lahiriah dan batiniah).
f. Segala ketentuan atau aturan proses bagi penciptaan segala zat ciptaan-Nya.
g. Segala ketentuan atau aturan proses bagi pemberian segala bentuk balasan-Nya (lahiriah dan batiniah, di dunia dan di akhirat), atas tiap amal-perbuatan makhluk.
h. "Ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" (lahiriah dan batiniah).
Ada sebagian amat sedikit darinya yang telah bisa diungkap atau dipahami oleh umat manusia, seperti menjadi segala Al-Hikmah di dalam dada-hati-pikiran para nabi-Nya. Lalu ada pula sebagiannya yang telah bisa diungkap atau ditulis, menjadi berbagai Al-Kitab (kitab-Nya / kitab tauhid / "ayat-ayat-Nya yang tertulis").

Namun penting diketahui, bahwa semua hal yang disebut pada tabel di atas, adalah segala pengetahuan-Nya, yang terkait dengan segala sesuatu hal di alam semesta (berupa segala zat ciptaan-Nya dan segala kejadian di dalamnya). Lebih jelasnya, semuanya berupa segala pengetahuan-Nya di alam semesta, yang memang masih bisa dijangkau atau dinalar oleh umat manusia (terutama para nabi-Nya). Tentunya ada pula segala pengetahuan-Nya lainnya, 'selain' dari semua hal di atas (tidak terkait dengan alam semesta / mustahil bisa dinalar oleh umat manusia), termasuk tentang 'esensi' Zat Allah.

Ringkasnya, segala pengetahuan-Nya yang disebut dalam artikel sekarang ini, kitab mulia (Lauh Mahfuzh), kitab suci Al-Qur'an ataupun Hadits Nabi, adalah pengetahuan-Nya bagi sudut pandang manusia, bukan bagi sudut pandang Allah sendiri (jauh lebih luas lagi).

Berragam segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta

Hal yang relatif kurang diperhatikan oleh umat Islam, bahwa kandungan isi kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, berupa segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, yang justru memiliki berragam 'sifat', 'bentuk', 'saat perolehan' dan 'peran makhluk', yang secara sekilas telah tampak pada tabel di atas. Maka pada uraian dan tabel berikut, keragaman ini diungkap lebih lengkap lagi.

Terutama umat relatif kurang memperhatikan 'saat perolehan' dan 'peran makhluk' atas pengetahuan-Nya. Hal ini karena umat umumnya beranggapan, seperti "Allah Maha Mengetahui segala sesuatu hal, bahkan 'sebelum' terjadinya dan juga keseluruhannya telah diketahui-Nya sejak jaman 'azali'", namun sekaligus tanpa diperhatikannya 'saat perolehan' pengetahuan-Nya, serta apa 'peran makhluk' atas pengetahuan-Nya (tidak dipisahkannya, antara hal-hal yang memang telah diketahui-Nya sejak jaman 'azali', dan yang tidak).

Juga sekali lagi perlu diingatkan kembali, bahwa meskipun ada berragam kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, tetapi keseluruhannya justru pasti bersifat 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), sejak saat 'perolehannya' (saat diketahui ataupun ditentukan-Nya), sampai akhir jaman.

Berragam segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta

• Pengelompokan "sifatnya"
Berdasar "sifatnya", maka segala pengetahuan-Nya di alam semesta bisa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: "mutlak" (pasti terjadi / berlaku, dari hasil perbuatan Allah dan makhluk) dan "relatif" (tidak pasti terjadi / berlaku, hanya dari hasil perbuatan makhluk).

Segala sesuatu hal yang bersifat 'mutlak', tentunya pasti hanya berasal dari hasil perbuatan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Namun sebaliknya, segala sesuatu hal yang bersifat 'relatif', tentunya pasti hanya berasal dari hasil perbuatan makhluk, melalui segala kebebasan yang telah diberikan-Nya, dalam berkehendak dan berbuat (diciptakan-Nya akal dan nafsu-keinginannya).

Tetapi amat uniknya seperti disinggung di atas, bahwa ada hal-hal 'mutlak' dari hasil perbuatan 'makhluk'. Hal ini karena segala perbuatan Allah di alam semesta (selain penciptaan alam semesta paling awalnya), memang dilakukan 'bukan langsung' oleh Allah, tetapi dilakukan atau diwujudkan oleh tak-terhitung jumlah segala makhluk ciptaan-Nya (terutama para malaikat-Nya), berdasar segala perintah-Nya, secara sadar ataupun tidak. Lebih jelasnya, ada perbuatan makhluk yang dilakukannya berdasar kebebasannya sendiri. Namun ada pula perbuatan makhluk yang dilakukannya berdasar segala "sifat atau fitrah dasar", yang justru telah ditanamkan-Nya pada zat ruhnya, sejak saat awal penciptaan zat ruhnya. Segala "sifat atau fitrah dasar" itu bersifat 'kekal', yang perwujudannya memang dilaksanakan oleh segala makhluk ciptaan-Nya (terutama para malaikat-Nya).

Segala perbuatan Allah di alam semesta (melalui sunatullah), justru pasti berlaku adil atau setimpal, sesuai dengan segala keadaan lahiriah dan batiniah, 'tiap saatnya', pada tiap zat ciptaan-Nya (termasuk pada lingkungan terkait di sekitar zat itu). Sederhananya, sunatullah berupa "respon dasar" lahiriah dan batiniah 'tiap saatnya', dari segala zat terkait di sekitar, atas perubahan keadaan pada suatu zat. Juga melalui tiap perbuatannya, secara sadar ataupun tidak, tiap manusia justru pasti mengubah-ubah berbagai keadaan lahiriah dan batiniahnya, yang terkait.

Sedangkan pada saat paling awal penciptaan alam semesta, yang memang dilakukan 'langsung' oleh Allah sendiri, justru berupa penciptaan tak-terhitung jumlah 3 jenis elemen paling dasar, secara sekaligus dan bersamaan seluruhnya (hanya sesaat atau sekejap), bagi penciptaan seluruh alam semesta dan segala isinya, yaitu: "Ruh" (zat penyusun kehidupan bagi tiap makhluk), "Materi terkecil" (zat penyusun terkecil bagi tiap benda mati) dan "Energi" (potensi atau kemampuan bagi tiap zat).

Juga pada saat paling awal ini sekaligus ditentukan-Nya, segala hal yang terkait langsung dengan ke-3 elemen paling dasar itu, antara lain: segala komponen pada tiap zat ruh makhluk (akal, nafsu, hati / kalbu, hati-nurani dan catatan amalan); segala "esensi dan keadaan dasar" bagi tiap elemen (termasuk segala "kebenaran dasar" pada hati-nurani tiap zat ruh makhluk); segala "sifat atau fitrah dasar" pada tiap zat ruh makhluk (termasuk sifat feminin atau maskulinnya / 'jenis kelamin'); dsb. Jenis kelamin dimaksud berupa jenis kelamin 'batiniah' (bukan 'fisik-lahiriah')

Amat perlu diketahui, bahwa selain dari adanya perbedaan jenis kelamin 'batiniah', segala esensi, keadaan, kebenaran, sifat ataupun fitrah dasar pada keseluruhan zat ruh makhluk justru telah diciptakan-Nya persis "sama" (ruh segala makhluk sama), sebagai bentuk paling awal ke-Maha Adil-an Allah. Bahkan 'umur' ataupun 'saat penciptaan' keseluruhan zat ruh makhluk juga persis "sama". Juga segala keadaan batiniah ruh pada tiap makhluk, pada awalnya sama-sama masih suci-murni dan bersih dari dosa (bahkan jin, syaitan dan iblis pada awalnya masih berada di Surga).

Hakekat dari tiap makhluk berada pada "ruhnya" (bukan tubuh fisik-lahiriahnya). Serta hakekat dari nilai tiap makhluk di hadapan-Nya, berada pada segala "keadaan batiniah ruhnya" (bukan segala keadaan fisik-lahiriahnya), sebagai hasil dari segala amal-perbuatannya selama hidup di dunia.

Segala "sifat atau fitrah dasar" pada tiap zat ruh makhluk, juga bisa disebut "Fitrah Allah" (pada QS.30:30), yang menjadi dasar bagi penciptaan alam semesta dan segala isinya (termasuk seluruh umat manusia), bagi penciptaan "agama-Nya yang lurus", bagi perwujudan pelaksanaan sunatullah, bagi timbulnya "Energi", dsb.

• Pengelompokan "bentuknya"

Berdasar "bentuknya", maka segala pengetahuan-Nya di alam semesta bisa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: "zat" (berupa segala zat ciptaan-Nya) dan "non-zat" (berupa segala keadaan pada tiap zat ciptaan-Nya tiap saatnya; segala hukum, aturan, ketetapan atau ketentuan-Nya, bagi segala zat ciptaan-Nya; dsb).
Selain itu juga bisa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: "gaib" (tidak jelas kentara / tidak terjangkau oleh alat indera fisik-lahiriah makhluk / tersembunyi / batiniah) dan "nyata" (jelas kentara / terjangkau oleh alat indera fisik-lahiriah makhluk).

Seperti disinggung pada poin di atas, bahwa segala zat ciptaan-Nya yang menyususn alam semesta dan segala isinya, justru hanya tersusun dari elemen paling dasar yang berupa "zat Ruh" dan "zat Materi terkecil", yang tak-terhitung jumlahnya dan telah diciptakan-Nya secara sekaligus dan bersamaan seluruhnya (hanya sekejap), pada saat paling awal penciptaan alam semesta. Sedangkan "Energi" adalah elemen paling dasar yang berupa 'non-zat' (potensi atau kemanpuan bagi tiap zat). Juga pada saat paling awal itu ditentukan-Nya segala "esensi dan keadaan dasar", pada tiap "zat Ruh" dan "zat Materi terkecil". Serta pada tiap "zat Ruh" makhluk ditentukan atau ditanamkan-Nya segala "sifat atau fitrah dasar" (termasuk sifat feminin atau maskulinnya / 'jenis kelaminnya'). Segala "esensi, keadaan, sifat ataupun fitrah dasar" inipun tentunya berupa 'non-zat' (deskripsi tentang zat).

Perlu diketahui, bahwa segala hukum, aturan, ketetapan atau ketentuan-Nya di alam semesta (termasuk sunatullah), 'selanjutnya' atau 'setelah' saat penciptaan paling awal, justru terwujud melalui "sifat atau fitrah dasar" pada segala makhluk ciptaan-Nya ("Fitrah Allah"), yang telah ditanamkan-Nya tersebut,  yang perwujudannya memang dilaksanakan oleh segala makhluk ciptaan-Nya (terutama para malaikat-Nya).

Juga 'setelah' saat paling awal itu, segala jenis zat ciptaan-Nya di alam semesta (makhluk hidup dan benda mati, nyata dan gaib) justru hanya terbentuk dari hasil saling interaksi, antar sejumlah "zat Ruh" dan "zat Materi terkecil", yang didukung oleh adanya "Energi". Tubuh manusia misalnya terbentuk dari tak-terhitung jumlah sel (makhluk) dan atom (materi), yang saling berinteraksi secara harmonis. Sedangkan segala keadaan tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya (selain segala "keadaan dasar"-nya), secara lahiriah justru terbentuk dari hasil saling interaksi antar segala materi terkait di alam semesta. Serta secara batiniah (di alam pikiran tiap makhluk), justru terbentuk dari hasil saling interaksi antar makhluk (antar manusia, antar tiap manusia dan para makhluk gaib yang selalu mengikutinya, dsb), hasil tangkapan alat indera batiniah ataupun hasil olahan akal makhluknya sendiri.

Juga perlu diketahui, bahwa setelah saat paling awal itu, justru Allah sama sekali tidak ikut campur-tangan 'langsung', dalam menentukan segala keadaan lahiriah dan batiniah, pada tiap zat ciptaan-Nya (termasuk manusia). Lebih jelasnya, segala keadaan tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya, justru hanya ditentukan-Nya melalui sunatullah ('tak-langsung'), secara adil atau setimpal, sesuai dengan hasil saling interaksi antar zat ataupun hasil usaha dari segala makhluk, yang terkait.

Pada pengelompokan lainnya, tentunya segala pengetahuan-Nya yang berbentuk 'gaib', antara lain berupa: Zat Allah, zat-zat ruh makhluk, segala ketetapan-Nya, alam akhirat, Hari Kiamat, dsb. Hal-hal gaib ini juga biasa disebut sebagai hal-hal 'batiniah', karena memang hanya terjangkau oleh alat indera batiniah pada tiap makhluk ('hati / kalbu'), ataupun lebih luasnya oleh akal-pikirannya.

Sedangkan segala pengetahuan-Nya yang berbentuk 'nyata', tentunya berupa segala partikel-materi-benda (beserta segala keadaannya), yang bisa terjangkau oleh alat indera fisik-lahiriah pada tiap makhluk nyata, secara langsung ataupun tidak (tanpa / dengan bantuan alat).

• Pengelompokan "saat perolehannya"

Berdasar "saat perolehannya", maka segala pengetahuan-Nya di alam semesta bisa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: "non-kronologis" (tak-tergantung waktu) dan "kronologis" (tergantung waktu).

Seperti telah disinggung di atas, bahwa ada hal-hal yang ditentukan-Nya secara 'langsung', pada saat paling awal penciptaan alam semesta, dan ada pula hal-hal yang ditentukan-Nya secara 'tak-langsung' (melalui sunatullah), 'setelah' saat paling awal itu ('tiap saatnya', sampai saat sekarang ini).

Maka dengan sendirinya, hal-hal yang ditentukan-Nya secara 'langsung', justru pasti telah diketahui-Nya sejak saat paling awal penciptaan alam semesta (sejak jaman 'azali'), serta berupa pengetahuan-Nya yang saat perolehannya bersifat 'non-kronologis' (tak-tergantung waktu). Sedangkan hal-hal yang ditentukan-Nya secara 'tak-langsung' (melalui sunatullah), justru hanya diketahui-Nya 'tiap saatnya' (bukan sejak jaman 'azali'), serta berupa pengetahuan-Nya yang saat perolehannya bersifat 'kronologis' (tergantung waktu).

• Pengelompokan "peran makhluknya"

Berdasar "peran makhluknya", maka segala pengetahuan-Nya di alam semesta bisa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: "tanpa peran makhluk" (hanya dari Allah) dan "dengan peran makhluk" ('bersama-sama' dari Allah dan makhluk).

Seperti telah disinggung pula di atas, bahwa segala perbuatan Allah di alam semesta, yang dilakukan-Nya secara 'langsung', justru hanya terjadi pada saat paling awal penciptaan alam semesta, serta hanya berupa penciptaan tak-terhitung jumlah 3 jenis elemen paling dasar, secara sekaligus dan bersamaan seluruhnya (hanya sesaat atau sekejap), yaitu: "Ruh", "Materi terkecil" dan "Energi". Maka segala pengetahuan-Nya pada saat paling awal ini memang sama sekali 'tanpa peran makhluk', yang justru 'belum' atau 'sedang' diciptakan-Nya.

Sedangkan segala perbuatan Allah lainnya di alam semesta ('setelah' saat paling awal penciptaan alam semesta), justru dilakukan-Nya secara 'tak-langsung' (melalui sunatullah). Karena sunatullah itu dilakukan atau diwujudkan oleh tak-terhitung jumlah segala makhluk ciptaan-Nya (terutama para malaikat-Nya), berdasar segala perintah-Nya, secara sadar ataupun tidak. Maka segala pengetahuan-Nya 'setelah' saat paling awal itu, justru pasti terkait 'dengan peran makhluk'. Namun hal inipun tentunya sekaligus terkait dengan peran Allah, Yang justru telah memberi perintah kepada segala makhluk ciptaan-Nya. Wujud dari perintah-Nya itu berupa segala "sifat atau fitrah dasar" pada tiap zat ruh makhluk, yang telah ditanamkan-Nya pada saat awal penciptaan zat ruhnya. Di samping itu, selain ada perbuatan makhluk yang dilakukannya berdasar segala "sifat atau fitrah dasar"-nya (berdasar perintah-Nya, bagi perwujudan sunatullah), ada pula perbuatan makhluk yang dilakukannya berdasar kebebasannya sendiri. Sedangkan sunatullah berupa "respon dasar" lahiriah dan batiniah 'tiap saatnya', dari segala zat terkait di sekitar, atas perubahan keadaan pada suatu zat. Serta tiap perbuatan makhluk justru pasti mengubah-ubah segala keadaan lahiriah dan batiniahnya, yang terkait.

Maka pada tiap perbuatan makhluk (termasuk tiap perbuatan manusia), juga pasti 'disertai', 'diikuti' atau 'direspon', oleh segala makhluk terkait di sekitarnya. Secara lahiriah, hal ini 'direspon' oleh para malaikat Mikail yang menempati materi-benda, ataupun oleh para makhluk nyata. Sedangkan secara batiniah, hal ini 'direspon' oleh sejumlah para makhluk gaib (malaikat, jin, sysitan dan iblis), yang menempati atau berinteraksi di alam batiniah ruh makhluk pelaku perbuatan itu (alam pikirannya).

Tentunya dari segala respon itu, ada berbagai respon yang memang tepat, adil atau setimpal, berdasar segala "sifat atau fitrah dasar" pada tiap makhluk (berdasar perintah-Nya). Serta ada pula berbagai respon yang tidak tepat, adil atau setimpal, berdasar kebebasan pada tiap makhluknya sendiri (bukan berdasar perintah-Nya).

Di samping berbagai pengelompokan pada penjelasan di atas, tentunya juga bisa banyak pengelompokan lainnya, terkait segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta. Tetapi hal-hal di atas diungkap, cukup sekedar untuk bisa menunjukkan adanya berragam segala kebenaran atau pengetahuan-Nya. Terutama agar selanjutnya, tiap umat Islam bisa memiliki pemahaman yang relatif makin tepat dan proporsional, tentang pengetahuan atau ketentuan-Nya, ataupun tentang sifat Maha Mengetahui dan Maha Menentukan Allah.

Pengelompokan umum atas segala kebenaran atau pengetahuan-Nya

Di lain pihaknya, berbagai pengelompokan pada tabel di atas ('sifat', 'bentuk', 'saat perolehan' dan 'peran makhluk', atas pengetahuan-Nya), justru telah menunjukkan saling 'keterkaitan' antar kelompok. Maka pada tabel berikut diungkap lebih lanjut, dan sekaligus dirangkum berdasar 'saat perolehan' pengetahuan-Nya ('non-kronologis' dan 'kronologis').

Pengelompokan umum atas segala pengetahuan-Nya di alam semesta

• Pengetahuan-Nya yang bersifat 'non-kronologis'.
     
Segala pengetahuan-Nya yang sama sekali tidak terkait peran makhluk (hanya hasil peran Allah), ataupun tidak terkait keadaan zat ciptaan-Nya 'tiap saatnya', serta seluruhnya ditentukan-Nya pada saat paling awal penciptaan alam semesta, seperti:
~ Segala keadaan pada tiap zat ciptaan-Nya di seluruh alam semesta, pada saat paling awal penciptaan alam semesta. Sedangkan segala keadaan setelahnya, justru hanya hasil interaksi antar zat-zat ciptaan-Nya (ada hasil peran Allah dan makhluk 'bersama-sama'). Segala keadaan paling awal inipun, terutama berupa segala "keadaan dasar" pada tiap elemen paling dasar, bagi penciptaan seluruh alam semesta dan segala isinya, yaitu: "zat Ruh" dan "zat Materi terkecil". Juga termasuk di dalamnya segala "kebenaran dasar" pada hati-nurani tiap zat ruh makhluk, sebagai bentuk tuntunan-Nya yang paling dasar.
~ Segala hal gaib, terutama berupa segala 'esensi' dari tiap zat ruh makhluk, tetapi bukan berupa segala 'perbuatan'-nya (termasuk bukan perbuatan berpikir). Juga termasuk segala 'esensi' dari tiap "materi terkecil", karena berupa benda fisik-lahiriah-nyata yang sekaligus bersifat 'gaib' (transparan / amat sangat kecil / mustahil terdeteksi).
~ Segala ketentuan, ketetapan, hukum ataupun aturan-Nya bagi alam semesta, yang ditentukan-Nya sebelum penciptaannya, seperti: segala aturan proses bagi penciptaan tiap zat ciptaan-Nya, dari tiap elemen paling dasarnya; segala aturan proses bagi pemberian segala balasan-Nya di dunia dan di akhirat, secara lahiriah dan batiniah; dan segala aturan proses lainnya. Segala aturan proses ini justru ditanamkan-Nya pada tiap zat ruh makhluk, pada saat penciptaan zat ruhnya, serta berupa segala "sifat atau fitrah dasar"-nya ("Fitrah Allah").
~ "Ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" ("Al-Qur'an dan kitab-kitab-Nya lainnya yang berbentuk gaib, di sisi 'Arsy-Nya"). Pondasi dari "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" telah lengkap dan sempurna, pada saat paling awal ini. Namun 'perwujudannya' di alam semesta justru makin lengkap dan sempurna bersama berjalannya waktu, sampai akhir jaman (sesuai dengan perjalanan alam semesta). 'Nantinya' ada sebagian amat sedikit dari "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" yang dipahami oleh umat manusia, termasuk menjadi segala Al-Hikmah di dalam dada-hati-pikiran para nabi-Nya. Lalu sebagiannya ada pula yang terungkap menjadi Al-Kitab (kitab-Nya / kitab tauhid / "ayat-ayat-Nya yang tertulis").

Dan secara umum, pengetahuan-Nya seperti ini bersifat gaib, serta berupa segala hukum, aturan, ketetapan atau ketentuan-Nya, tetapi justru bukan berupa segala keadaan zat ciptaan-Nya 'tiap saatnya'. Tidak ada lagi segala ketetapan atau ketentuan-Nya lainnya, 'setelah' saat paling awal penciptaan alam semesta, namun hanya 'hasil' dari berlalunya segala ketetapan atau ketentuan-Nya, yang justru telah ditentukan-Nya pada saat paling awal itu.

Pengetahuan-Nya ini bersifat 'mutlak' (pasti terjadi / berlaku) dan 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), sejak saat paling awal penciptaan alam semesta, sampai akhir jaman. Juga bersifat 'universal', amat 'umum' dan 'luas' cakupannya. Pengetahuan-Nya ini pasti telah diketahui-Nya, 'sebelum', 'sedang' dan 'setelah' terjadinya sesuatu hal (kapan saja), karena memang tidak berubah-ubah ('kekal'), dan juga ditentukan-Nya 'langsung'.

Dari adanya perbedaan tingkat kesempurnaan pemahaman para nabi-Nya, atas "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis", secara alamiah sesuai perkembangan jamannya, menjadikan kitab-kitab-Nya ("ayat-ayat-Nya yang tertulis"), juga berubah-ubah (relatif makin lengkap dan sempurna, dari nabi ke nabi). Padahal "ayat-ayat-Nya yang tak-tertulis" di alam semesta, justru pasti tetap 'sama' (bersifat 'kekal').

• Pengetahuan-Nya yang bersifat 'kronologis'.

Segala pengetahuan-Nya yang justru terkait peran makhluk (pasti 'bersama-sama' dengan peran Allah), ataupun terkait keadaan zat ciptaan-Nya 'tiap saatnya', serta seluruhnya ditentukan-Nya secara 'tak-langsung' (melalui sunatullah), 'setelah' saat paling awal penciptaan alam semesta, seperti:
~ Segala keadaan 'tiap saatnya' pada tiap zat ciptaan-Nya di alam semesta, dari hasil peran Allah dan makhluk 'bersama-sama'.
~ Segala amal-perbuatan tiap makhluk (pikiran, sikap, perkataan dan perbuatan, baik dan buruk), beserta segala hasil atau pengaruhnya. Dan secara umum, bentuk pengetahuan seperti ini berupa segala keadaan zat ciptaan-Nya 'tiap saatnya', tetapi justru bukan berupa segala hukum, aturan, ketetapan atau ketentuan-Nya. Lebih jelasnya, segala ketetapan atau ketentuan-Nya 'setelah' saat paling awal penciptaan alam semesta, justru hanya 'hasil' dari berlalunya segala ketetapan atau ketentuan-Nya, yang justru telah ditentukan-Nya pada saat paling awal itu. Pengetahuan-Nya ini bersifat 'kekal' (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), hanya sejak saat 'setelah' terjadinya sesuatu hal (setelah makhluk berbuat sesuatu, atau setelah sesuatu keadaan pada zat ciptaan-Nya berubah). Juga bersifat 'aktual', amat 'khusus' dan 'terbatas' cakupannya.

Pengetahuan-Nya ini justru diketahui-Nya hanya 'segera setelah' terjadinya sesuatu hal (bukan saat 'sebelum' terjadinya), karena memang tidak ditentukan-Nya secara 'langsung'. Namun Allah justru telah menentukan aturan-Nya atau sunatullah, yang pasti mengatur segala proses perubahan keadaan pada tiap zat ciptaan-Nya, setelah diubah-ubah oleh segala makhluk, yang terkait. Pengetahuan-Nya ini adalah wujud dari kebebasan yang justru telah diberikan-Nya kepada tiap makhluk, dalam berkehendak dan berbuat (dengan diciptakan-Nya akal dan nafsu-keinginannya). Tiap amal-perbuatan makhluk justru pasti mengubah segala keadaan lahiriah dan batiniah yang terkait, pada makhluk pelakunya sendiri, ataupun pada segala zat ciptaan-Nya yang terkait di sekitarnya.

Sekali lagi secara umum, segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di seluruh alam semesta, bisa dipisah menjadi 2 kelompok, yaitu: "segala hukum, aturan, ketetapan atau ketentuan-Nya" bagi alam semesta, yang ditentukan atau ditetapkan-Nya secara langsung pada saat paling awal penciptaannya (termasuk segala "keadaan dasar" pada tiap elemen paling dasarnya, yaitu: "zat Ruh" dan "zat Materi terkecil") dan "segala keadaan pada tiap zat ciptaan-Nya, 'tiap saatnya'", yang ditentukan atau ditetapkan-Nya secara tak-langsung 'setelah' saat paling awal itu (melalui sunatullah).

Kesimpulan:

Usaha pengungkapan seluruh ayat kitab suci Al-Qur'an, yang terkait dengan kitab mulia (Lauh Mahfuzh), sekaligus beserta pengungkapan atas keragaman segala kandungan isinya (keragaman segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta), khususnya bertujuan agar umat Islam bisa memiliki pemahaman, yang makin tepat dan proporsional, tentang segala pengetahuan dan ketentuan-Nya (termasuk takdir-Nya), ataupun tentang sifat Maha Mengetahui dan Maha Menentukan Allah.

Allah memang Maha Mengetahui segala sesuatu hal, dan Maha Menentukan segala sesuatu hal. Namun justru telah diungkap, bahwa segala kebenaran atau pengetahuan-Nya di alam semesta, memiliki berragam 'sifat', 'bentuk', 'saat perolehan', 'peran makhluk', dsb. Maka Allah justru "tidak" mengetahui dan menentukan segala sesuatu hal, dengan 'begitu saja', apalagi zejak jaman 'azali' seluruhnya. Padahal ada 'kebebasan' dan 'tanggung-jawab' pada tiap makhluk, dalam berkehendak dan berbuat, yang justru telah diberikan-Nya. Dan padahal ada 'peran makhluk', dalam 'sebagian' dari segala perbuatan dan pengetahuan-Nya di alam semesta.

Ringkasnya, Maha Suci Allah, ada berbagai hal yang 'tidak' diketahui-Nya, 'sebelum' terjadinya. Maka umat Islam tidak perlu relatif 'berlebihan', dalam memahami sifat Maha Mengetahui dan Maha Menentukan Allah. Termasuk umat tidak perlu melahirkan segala 'mistis-tahayul', terkait hal ini. Namun cukup dipahami secara 'obyektif' dan 'proporsional', melalui segala fakta-kenyataan-kebenaran yang ada di alam semesta.

Berikut ini diungkap contoh-contoh pemahaman sederhana, khususnya yang terkait dengan takdir atau ketentuan-Nya, tentang kematian, rejeki dan jodoh, seperti misalnya:
~ Allah 'bukan' menentukan bagaimana, kapan dan dimana kematian bagi tiap makhluk nyata, yang justru bersifat 'kronologis'.

Tetapi justru Allah menentukan, seperti "tiap-tiap zat ciptaan-Nya yang berjiwa, pasti akan menghadapi kematian" (zat ruh yang telah ditiupkan-Nya ke tubuh wadah pada tiap makhluk nyata, suatu saat pasti akan dicabut atau diangkat-Nya, untuk kembali ke hadapan-Nya)." (pada QS.3:185, QS.21:35 dan QS.29:57).

Karena pengetahuan-Nya atas hal ini, berupa ketentuan-Nya tentang segala rumus proses pemberian 'batas usia', bagi zat-zat fisik-lahiriah (termasuk tubuh wadah pada tiap makhluk nyata). Segala rumus ini juga tergantung kepada berbagai keadaan, yang bisa diusahakan oleh tiap makhluk itu sendiri.
~ Allah 'bukan' menentukan apa, bagaimana, kapan dan dimana rejeki diberikan-Nya kepada tiap makhluk, yang justru bersifat 'kronologis'. Tetapi justru Allah menentukan, seperti "tiap-tiap makhluk yang memang telah berusaha mencari rejeki, secara tepat, pasti akan diberikan-Nya tanpa hisab (tanpa ditunda-tunda) dan tanpa batas." (pada QS.3:27, QS.3:37, QS.40:40, QS.2:212, QS.24:38 dan QS.39:10).

Karena pengetahuan-Nya atas hal ini, berupa ketentuan-Nya tentang segala rumus proses pemberian rejeki-Nya, bagi tiap makhluk. Segala rumus ini juga tergantung kepada berbagai keadaan, yang bisa diusahakan oleh tiap makhluk itu sendiri.
~ Allah 'bukan' menentukan siapa, bagaimana, kapan dan dimana jodoh diberikan-Nya kepada tiap makhluk, yang justru bersifat 'kronologis'. Tetapi justru Allah menentukan, seperti "tiap-tiap makhluk yang memang telah berusaha mencari jodoh, secara tepat, pasti akan diberikan-Nya tanpa hisab (tanpa ditunda-tunda).".

Karena pengetahuan-Nya atas hal ini, berupa ketentuan-Nya tentang segala rumus proses pemberian jodoh, bagi tiap makhluk. Segala rumus ini juga tergantung kepada berbagai keadaan, yang bisa diusahakan oleh tiap makhluk itu sendiri. Dsb.

Wallahu a'lam bishawwab.

No comments: