"Tidak ada
syarat yang harus diletakkan oleh seorang hamba terhadap tuannya dalam
melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan"
Kadang-kadang kita berbisik sendirian, "Ya Allah, jika Engkau menunaikan hajatku ini, pastilah aku akan menjadi hamba-Mu yang taat".
Ataupun kadang-kadang hati kita bersuara dengan penuh kesungguhan, "Ya Allah, jika Engkau bantu aku kali ini, pastilah aku takkan mengulangi perbuatan maksiatku ini".
Lalu, ketika Allah menunaikan apa yang kita hajatkan, atau menghilangkan apa yang menjadi kerisauan, kita pun terlupa pada janji-janji yang diungkapkan. Kita sewenang-wenangnya meninggalkan ketaatan dan berbuat kemungkaran.
Allah itu Maha Kaya, tidak memerlukan kita. Jika kita tidak taat, keagungan Allah tidak sedikitpun terjejas. Kita tidak memiliki apa-apa yang begitu agung sehingga layak memberikan syarat kepada Allah sebelum kita dapat melakukan ketaatan atau meninggalkan kemaksiatan.
"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (Al-Fathir: 15)
Taatlah kepada Allah, sekalipun yang ditimpakan kepada kita adalah musibah yang menyakitkan. Taatlah kepada Allah, sekalipun yang diberi di dunia ini adalah ujian yang begitu menekan. Tinggalkanlah maksiat, sekalipun Allah belum memberimu apa yang kau hajatkan. Tinggalkanlah kemungkaran, sekalipun kesenangan hidupmu tak kunjung tiba.
Hakikatnya, kita hamba, tak layak meletakkan apa-apa syarat untuk berbuat taat atau meninggalkan tegahan-Nya. Adapun hamba itu tugasnya berbuat apa sahaja yang diperintahkan, kerana dirinya adalah milik tuannya.
Allah memiliki kita, Allah yang telah mengurniakan kehidupan ini kepada kita. Apa sahaja yang kita miliki adalah pemberian-Nya, pinjaman sementara. Bagaimana mungkin kita begitu tega meletakkan syarat untuk berbuat taat, sedangkan Allah memberi kita nikmat tanpa berkira-kira?
"Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menempatkan sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya." (Ibrahim: 34)
Tidak pernah udara yang kita sedut ini habis, sekalipun hari-hari kita dihiasi maksiat. Tidak pernah pandangan kita tertutup terus lalu kita menjadi buta, sedangkan kita seringkali mengarahkannya kepada sesuatu yang terlarang. Tidak pernah jantung kita berhenti degupannya sekalipun hati kita menduakan Allah dalam cinta.
Bagaimana jika Allah meletakkan syarat bahawa hati kita tidak boleh langsung leka dalam mengingat-Nya atau jika tidak jantung kita akan berhenti berdegup? Atau udara kita akan dicatu seandainya kita berbuat mungkar? Atau mungkin syarat yang lebih besar, bahawa kita tidak boleh langsung berbuat silap untuk masuk ke syurga?
Adakah kita boleh meletakkan syarat untuk nyawa kita dicabut hanya ketika kita dalam keadaan melakukan ketaatan? Sesungguhnya, kita langsung tidak layak meletakkan syarat untuk Allah.
Maka ayuhlah kita bersungguh-sungguh melakukan perintah Allah, dan meninggalkan larangannya, dalam keadaan apapun kita berada, dengan ketentuan apapun yang diputuskan-Nya. Beradablah dengan Allah, kerana kita adalah hamba yang hina.
"Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Dan ikutilah kejahatan dengan mengerjakan kebaikan, nescaya kebaikan itu akan menghapuskannya (kejahatan). Dan berperangailah kepada manusia dengan perangai yang bagus." (HR At-Tirmizi)
Wallahua'lam.
Kadang-kadang kita berbisik sendirian, "Ya Allah, jika Engkau menunaikan hajatku ini, pastilah aku akan menjadi hamba-Mu yang taat".
Ataupun kadang-kadang hati kita bersuara dengan penuh kesungguhan, "Ya Allah, jika Engkau bantu aku kali ini, pastilah aku takkan mengulangi perbuatan maksiatku ini".
Lalu, ketika Allah menunaikan apa yang kita hajatkan, atau menghilangkan apa yang menjadi kerisauan, kita pun terlupa pada janji-janji yang diungkapkan. Kita sewenang-wenangnya meninggalkan ketaatan dan berbuat kemungkaran.
Allah itu Maha Kaya, tidak memerlukan kita. Jika kita tidak taat, keagungan Allah tidak sedikitpun terjejas. Kita tidak memiliki apa-apa yang begitu agung sehingga layak memberikan syarat kepada Allah sebelum kita dapat melakukan ketaatan atau meninggalkan kemaksiatan.
"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (Al-Fathir: 15)
Taatlah kepada Allah, sekalipun yang ditimpakan kepada kita adalah musibah yang menyakitkan. Taatlah kepada Allah, sekalipun yang diberi di dunia ini adalah ujian yang begitu menekan. Tinggalkanlah maksiat, sekalipun Allah belum memberimu apa yang kau hajatkan. Tinggalkanlah kemungkaran, sekalipun kesenangan hidupmu tak kunjung tiba.
Hakikatnya, kita hamba, tak layak meletakkan apa-apa syarat untuk berbuat taat atau meninggalkan tegahan-Nya. Adapun hamba itu tugasnya berbuat apa sahaja yang diperintahkan, kerana dirinya adalah milik tuannya.
Allah memiliki kita, Allah yang telah mengurniakan kehidupan ini kepada kita. Apa sahaja yang kita miliki adalah pemberian-Nya, pinjaman sementara. Bagaimana mungkin kita begitu tega meletakkan syarat untuk berbuat taat, sedangkan Allah memberi kita nikmat tanpa berkira-kira?
"Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menempatkan sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya." (Ibrahim: 34)
Tidak pernah udara yang kita sedut ini habis, sekalipun hari-hari kita dihiasi maksiat. Tidak pernah pandangan kita tertutup terus lalu kita menjadi buta, sedangkan kita seringkali mengarahkannya kepada sesuatu yang terlarang. Tidak pernah jantung kita berhenti degupannya sekalipun hati kita menduakan Allah dalam cinta.
Bagaimana jika Allah meletakkan syarat bahawa hati kita tidak boleh langsung leka dalam mengingat-Nya atau jika tidak jantung kita akan berhenti berdegup? Atau udara kita akan dicatu seandainya kita berbuat mungkar? Atau mungkin syarat yang lebih besar, bahawa kita tidak boleh langsung berbuat silap untuk masuk ke syurga?
Adakah kita boleh meletakkan syarat untuk nyawa kita dicabut hanya ketika kita dalam keadaan melakukan ketaatan? Sesungguhnya, kita langsung tidak layak meletakkan syarat untuk Allah.
Maka ayuhlah kita bersungguh-sungguh melakukan perintah Allah, dan meninggalkan larangannya, dalam keadaan apapun kita berada, dengan ketentuan apapun yang diputuskan-Nya. Beradablah dengan Allah, kerana kita adalah hamba yang hina.
"Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Dan ikutilah kejahatan dengan mengerjakan kebaikan, nescaya kebaikan itu akan menghapuskannya (kejahatan). Dan berperangailah kepada manusia dengan perangai yang bagus." (HR At-Tirmizi)
Wallahua'lam.
Copyright…
No comments:
Post a Comment