“Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (An-Nuur: 26)
Allah tidak pernah memungkiri
janji. Penantian ini boleh jadi panjang, boleh jadi akan berakhir. Tak siapa
tahu bila Allah akan menentukan sesuatu terjadi pada dirinya. Bagi wanita dan
lelaki bujang, sepertiku, tentu keinginan mendapatkan seorang teman itu ada.
Seorang teman yang sah, yang menemani perjalanan yang panjang. Seorang teman
daripada berlainan jantina.
Jika kita menginginkan akhirat,
teman yang kita harapkan bukan sekadar menjadi pendamping di dunia, namun juga
sampai ke syurga, insya-Allah. Apakah kita sekadar mengharapkan teman untuk
membuatkan kita merasa seronok dan bahagia di dunia, lalu akhirnya
menjerumuskan kita ke neraka? Kita bisa sahaja mendapatkan sebaik-baik rupa,
jika kita benar-benar mencari. Atau mendapatkan sebaik-baik keturunan, jika
kita obses terhadapnya. Namun, duduk letak matlamat hidup kita di mana? Adakah
hidup untuk mencari pasangan, atau pasangan dicari untuk bersama-sama meraih
syurga?
Jika kita menanti di lorong yang
gelap gelita, teman yang akan hadir juga daripada kalangan orang-orang yang
melalui lorong kelam tersebut. Namun jika kita menanti di sebuah jalan yang
bercahaya, Dia akan kirimkan seorang teman yang sedang melalui jalan bercahaya
tersebut. Nantilah teman itu di jalan Allah, supaya kita nanti ditemukan orang
yang juga sedang melalui jalan-Nya.
Boleh jadi dia yang sedang
menanti kita di sana ,
cuma kita yang masih belum benar-benar menyusur jalan yang menuju kepada teman
yang dijanjikan. Kita selalu risau tentang siapa dan bila, namun kita juga
harus selalu sedar akan bagaimana. Ya, bagaimana kita ingin dipertemukan dan
disatukan. Adakah kita ingin dipertemukan di lorong-lorong zina, lalu disatukan
atas dasar keterlanjuran? Atau kita ingin dipertemukan di jalan menuju Allah,
dan disatukan atas dasar taqwa?
Kesibukan mencari yang terbaik
untuk diri kita, selalu membuatkan kita lupa mempersiapkan diri menjadi yang
terbaik untuk dia yang dijanjikan. Tidak adil, ketika kita menuliskan sekian
banyak ciri-ciri yang kita inginkan daripada bakal teman di perjalanan, kita
lupa menyemak ciri-ciri yang ada pada kita yang melayakkan kita dimiliki orang
lain. Perbaiki diri, itu yang seharusnya lebih kita tumpukan. Jika kita sudah
berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Allah, pasti Dia takkan mengecewakan
hamba-Nya yang beriman. Hati itu milik Allah, dan Dia juga berkuasa membolak
balikkannya.
Barangkali kita terlalu berharap
kepada sosok yang sempurna yang akan hadir memberi cinta dan mendapatkan luahan
cinta kita. Dalam keasyikan menanti cinta makhluk itu, kita lupa mengarahkan
cinta kepada Yang Maha Sempurna. Memang fitrah Allah ciptakan perasaan ingin
kepada lawan jenis. Namun, ia juga ujian, jangan sampai cinta itu melebihi
cinta kepada Allah. Apatah lagi jika belum halal dan terikat dalam akad yang
sah.
Jika hidup adalah untuk meraikan
cinta dan memenuhi tuntutan-tuntutannya, maka mengapa Nabi Ibrahim AS, disuruh
meninggalkan isterinya di tengah-tengah padang
pasir bersama-sama anak yang sangat dikasihi baginda? Lalu kemudiannya baginda
diperintahkan pula menyembelih anaknya yang sangat dicintai? Rupanya, cinta itu
adalah ujian. Allah ingin pembuktian daripada hamba-Nya, bahawa cinta makhluk
tidak melebihi cinta kepada-Nya.
Teman itu pasti hadir juga.
Sekalipun kita merasa sangat lama menanti, atau sangat sukar melalui. Sekalipun
kita tidak mendapatkannya di dunia yang fana, yang akan berakhir bila-bila
masa. Jangan sampai obsesi mendapatkan seorang teman, membuatkan kita lupa sumpah
kita untuk mengambil hanya Allah sebagai Ilah (Tuhan). Sekalipun kita masih
sendiri, kita sebenarnya tidak bersendirian. Dalam setiap denyut nadi, hembusan
nafas, langkah kaki dan kelipan mata, Dia ada. Dia melihat, mendengar dan
memahami. Nantilah hadirnya teman yang dijanjikan itu dalam sujudmu yg khusyuk,
dalam derai tangismu merindui Allah, dalam langkah dakwahmu yang tidak pernah
terhenti, dalam sabarmu yang diperkuatkan saban hari.
Teman itu pasti ada untukmu,
yakinlah.
Copyright…
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.