Saturday, July 20, 2013

Adab Berpuasa

 

Dari Kitab Nashaihud-Diniyyah wal Washaayal-Imaniyyah, Karya Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad
Habib Abdullah Berkata,
Orang yang puasa mempunyai adab-adab yang puasanya tidak menjadi Sempurna, kecuali dengan adanya adab-adab itu. Yang terpenting darinya ialah menjaga lidahnya dari dusta dan ghibah serta membicarakan sesuatu yang tidak perlu baginya. Ia Jaga kedua mata dan telinganya dari mendengarkan dan memandang sesuatu yang tidak halal baginya serta sesuatu yang dianggap berlebihan.
 
Begitu pula ia jaga dirinya dari memakan makanan haram dan syubhat, khususnya ketika berbuka puasa. Ia berusaha dengan sangat hati-hati untuk tidak berbuka puasa, kecuali dengan memakan makanan halal.
Seorang ulama Salaf berkata, Apabila engkau puasa, lihatlah makanan apa yang engkau makan ketika berbuka dan di tempat siapa engkau berbuka. Hal itu merupakan dorongan agar berhati-hati mengenai makanan untuk berbuka puasa.
 
Begitu pula orang yang puasa harus menjaga semua anggota tubuhnya dari perbuatan yang tidak perlu. Dengan itu puasanya menjadi Sempurna dan Bersih. Banyak orang yang puasa memayahkan dirinya dengan lapar dan haus, namun ia biarkan anggota tubuhnya berbuat maksiat sehingga merusakkan puasanya dan menyia-nyiakan kepayahannya. Nabi Saw bersabda, “Banyak orang yang puasa tetapi puasanya hanya menghasilkan lapar dan haus.”
 
Meninggalkan maksiat adalah wajib untuk selamanya atas orang yang puasa maupun yang tidak puasa. Akan tetapi orang yang puasa lebih utama untuk berhati-hati dan lebih wajib.
Nabi Saw bersabda, “Puasa itu perisai. Maka pada hari kamu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan jangan berbuat kefasikan serta jangan mengganggu orang lain. Jika ada orang memakinya atau memusuhinya, maka katakanlah, sesungguhnya aku puasa.
Termasuk adab orang yang puasa ialah tidak banyak tidur di siang hari dan tidak banyak makan di waktu malam. Hendaklah ia makan sekadarnya sehingga ia rasakan sentuhan lapar dan haus supaya jiwanya menjadi baik dan syahwatnya menjadi lemah serta hatinya menjadi terang. Itu rahasia puasa dan tujuannya.
 
Hendaklah orang yang puasa menjauhi kesejahteraan dan kesenangan syahwat serta kenikmatan yang banyak. Sedikit-dikitnya adalah kebiasaan bersenang-senang itu hanya sekali di bulan Ramadhan dan lainnya. Ini adalah sedikit-dikitnya yang patut. Akan tetapi latihan dan menjauhi keinginan nafsu menimbulkan pengaruh besar dalam menerangi hati dan secara khusus dituntut di bulan Ramadhan. Adapun orang -orang yang menjadikan bersenang-senang dan hidup mewah di bulan Ramadhan yang tidak biasa mereka lakukan diluar Ramadhan, maka hal itu merupakan tipu daya setan yang menipu mereka supaya mereka tidak merasakan keberkahan puasa mereka. Dan supaya tidak nampak pada mereka pengaruhnya berupa cahaya, mukaasyafat, sikap khusyu’ kepada Allah dan tunduk dihadapan-Nya, menikmati munajat (permohonan) dengan-Nya, dan pembacaan Kitab-Nya, serta dzikir kepada-Nya.
 
Kebiasaan salaf -Rahimahumullah- adalah mengurangi kebiasaan dan kesenangan nafsu serta memperbanyak amal baik di bulan Ramadhan secara khusus, meskipun hal itu sudah dikenal dari perilaku mereka dalam seluruh waktu.
Termasuk adabnya pula, ialah tidak terlalu banyak mengurusi dunia di bulan Ramadhan, tetapi mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah dan menyebut Nama-Nya sedapat mungkin. Janganlah ia mengurusi dunia kecuali bila sangat mendesak bagi kebutuhannya atau anak-anak yang wajib diurusinya. Hal itu disebabkan bulan Ramadhan diantara bulan-bulan lain seperti kedudukan Jumat diantara hari-hari. Oleh karena itu orang mukmin harus menjadikan hari Jumat dan bulan Ramadhan ini untuk akhiratnya.
 
 

Menggali Hikmah Setiap Saat

"Orang yang berguru kepada orang yang tidak mengamalkan ilmunya akan semakin bertambah kebodohannya. Orang yang mengajar orang yang tidak mengamalkan ilmunya hanya menyia-nyiakan umurnya." -Fudhail bin Iyadh-
Yahya bin Muadz berkata,"Hikmah adalah pengetahuan suci yang diturunkan dari langit. Hikmah tidak akan masuk ke dalam hati orang yang memiliki salah satu dari empat sifat:
  1. Mengutamakan dunia diatas segalanya,
  2. Tidak percaya pada jaminan rezeki dari Allah,
  3. Hasud kepada saudaranya,
  4. Mencintai keluhuran dalam pandangan manusia."
Abu Hasan Al Harawi berkata,"Hikmah akan muncul dari empat keadaan;
  1. Selalu sedih atas dosa,
  2. Selalu siap menghadapi kematian,
  3. Suka mengosongkan perut (berpuasa),
  4. Senang bergaul dengan orang-orang zuhud.
Ibn Al Mubarak sering tampak gelisah seperti orang yang sakit kepala jika dia tidak mendapatkan tambahan ilmu dalam waktu sehari. Sebab, setiap saat dia mengisi waktunya dengan menggali hikmah (pengetahuan). Dia tidak merasa malu duduk bersama anak-anak kecil yang sedang mendengarkan pengajian dari ustadnya. 
Suatu hari Ibn Al Mubarak terlihat sedang duduk di dalam masjid,"Sedang apa engkau, wahai Ibn Mubarak?" tanya seseorang kepadanya. "Menunggu ustadku untuk belajar," Jawabnya.
"Bukankah engkau ulama kesohor yang diakui keluasan ilmunya? Mengapa engkau masih mau belajar kepada orang lain yang boleh jadi ilmunya lebih sedikit daripada ilmumu?" lanjut si penanya.
Ibn Al Mubarak menjawab,"Belajar itu bukan untuk orang pintar atau orang bodoh, melainkan untuk semua orang. Andaikan saja aku telah hafal ilmu orang-orang dahulu dan orang-orang akan datang, aku akan tetap belajar kepada orang lain. Sebab, mencari ilmu itu bukan untuk menumpuk ilmu, melainkan melaksanakan kewajiban syariat. Mencari ilmu itu tidak terbatas oleh kepintaran. Yang membatasi pencarian ilmu adalah umur. Jika ruhmu telah meninggalkan jasadmu, saat itulah engkau tidak berkewajiban lagi menuntut ilmu."
"Apakah engkau tidak merasa malu ikut berdesak-desakan dengan orang awam untuk mendapatkan ilmu?" lanjut penanya.
"Seseorang justru harus malu jika tidak mampu menimba ilmu. Ketahuilah, engkau harus malu kepada Tuhanmu dan dirimu sendiri. Pantaskah engkau malu melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhanmu?" tanya Ibn Mubarak.
"Cukup sulit mencari orang sepertimu. Aku percaya ilmumu sudah sangat berlimpah. Namun engkau masih mau duduk bersama orang-orang biasa untuk mencari ilmu. Aku Kagum kepadamu." kata penanya.
Ibn Mubarak berkata,"Aku tidak butuh pujianmu. Tampaknya akan sangat baik jika engkau pergi sekarang juga dan tidak memujiku. Aku takut pujianmu akan membuat diriku ujub (bangga pada diri sendiri). Tidak sedikit orang yang celakakarena pujian. Ingatlah bahwa pujian itu bagaikan pisau tajam yang bisa menyembelih leher seseorang. Jika engkau ingin memuji, pujilah Allah."
Penanya tersebut lalu pergi dalam keadaan penuh kekaguman kepada Ibn Mubarak. Sepanjang jalan ia merenung untuk dapat menjadi murid beliau. Suatu saat ia pun ditakdirkan menjadi orang yang dekat dengan Ibn Mubarak sebelum wafatnya. Penanya itu adalah Syaikh Abd As Salam.
Sufyan Ats Tsauri berkata,"Hati-hatilah engkau dengan ilmu zahir. Sebab, ia dapat mewariskan permusuhan. Sibukkanlah dirimu dengan beramal ! janganlah engkau menyibukkan diri dengan berdebat. Jika engkau tidak dapat menahan emosi dan nafsu, janganlah banyak berdiskusi dengan temanmu." 
Imam Ali RA berkata,"Aku hampir tidak pernah kalah dalam berdebat jika lawan bicaraku orang pintar. Namun, aku tidak pernah menang berdebat dengan orang-orang yang bodoh dan emosional."
Tradisi kental para sufi adalah mereka tidak segan untuk menerima hikmah dari mana atau siapapun yang mengeluarkannya. Hatim As Ashamm berkata,"Pungutlah hikmah dari mana pun engkau menemukannya. Sebab, ia adalah perkara yang hilang dari orang-orang mukmin. Jika engkau telah mendapatkannya, Maka ikatlah ia." 
 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.